Minyak Sayur vs Gula: Mana yang Lebih Berbahaya?

September 20, 2025
Wigo

Kalau aku tanya, mana yang lebih berbahaya: gula atau minyak sayur?

Kemungkinan besar kamu bakal jawab gula tanpa mikir dua kali.

Selama bertahun-tahun, kita dibilangin kalau gula itu musuh nomor satu. Bikin diabetes, obesitas, gigi rusak. Sementara minyak sayur? Namanya aja “sayur” – pasti sehat dong.

Tapi menurut beberapa ahli kesehatan, termasuk yang akan kita bahas hari ini adalah insight menarik dari Dr. Cate Shanahan yang udah 20 tahun riset metabolisme, beliau ini sangat lantang mempromosikan kalau ternyata minyak sayur bisa jadi lebih berbahaya dari gula. Tentunya dengan alasan yang cukup mengejutkan.

Statement terkuat dari beliau adalah:
“Minyak sayur bikin kamu ngidam gula, tapi gula gak bikin kamu ngidam minyak sayur.”

Menarik kan? Mari kita bahas satu-satu.

Apa Itu Minyak Sayur?

Sebelum kita lanjut, penting untuk paham dulu apa yang dimaksud “minyak sayur” di sini.

Mungkin yang sering kita lihat di komposisi makanan itu adalah “minyak nabati”, bedanya adalah minyak nabati nggak selalu minyak sayur, tapi minyak sayur adalah salah satu jenis minyak nabati.

Minyak sayur yang dimaksud:

  • Minyak jagung (corn oil)
  • Minyak kedelai (soy oil)
  • Minyak bunga matahari (sunflower oil)
  • Minyak kanola (canola oil)

Penting: Meskipun secara definisi termasuk minyak nabati, minyak kelapa sawit (palm oil) yang umum di Indonesia memiliki komposisi berbeda dari minyak-minyak di atas. Mayoritas minyak yang sering dikritik oleh Dr. Cate Shanahan adalah minyak dari biji-bijian yang memiliki kandungan PUFA (Lemak Tak Jenuh Ganda) sangat tinggi.

Di Indonesia, yang paling umum adalah minyak kelapa sawit – ada di hampir 90% makanan kemasan dan dipakai mayoritas warung makan untuk memasak karena murah.

Tapi kan, Dr. Cate sendiri gak mengkritik minyak sawit ini. Jadi minyak sawit yang sering kita temui itu sehat atau nggak ya?

Nanti kita akan bahas ke sana.. 

Kemudian yang BUKAN minyak sayur dan masih termasuk minyak nabati dalam konteks ini:

  • Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil)
  • Minyak zaitun extra virgin (Extra Virgin Olive Oil)

Alasannya karena kedua minyak ini adalah hasil ekstrak dari buah, bukan dari biji-bijian.

Dan kedua minyak inilah yang diakui paling sehat dan mudah ditemui di sekitar kita. Tentu dengan manfaatnya yang sedikit berbeda.

Mengapa Minyak Sayur Bisa Lebih Berbahaya?

1. Kandungan PUFA (Lemak Tak Jenuh Ganda) Tinggi

PUFA (polyunsaturated fatty acids) atau lemak tak jenuh ganda sebenarnya penting buat tubuh. Tubuh kita gak bisa bikin sendiri, jadi harus dapat dari makanan. Contohnya: PUFA adalah kategori yang mencakup omega-3 dan omega-6 yang penting untuk fungsi otak dan mengatur peradangan.

Masalahnya bukan PUFA-nya, tapi ketika PUFA ini rusak (oksidasi). Oksidasi terjadi ketika:

  • Minyak dipanaskan suhu sangat tinggi (misalnya untuk menggoreng berulang)
  • Minyak terpapar cahaya dan udara dalam waktu lama
  • Minyak dipakai berkali-kali (minyak jelantah)

PUFA yang udah rusak inilah yang menempel di lemak tubuh dan bisa mengganggu sistem metabolisme.

Ini bisa meningkatkan stres oksidatif di tubuh.

Apa itu stres oksidatif? kondisi yang gak seimbang antara produksi radikal bebas dan cara tubuh menetralisirnya dengan antioksidan.

2. Merusak “Pembangkit Listrik” Sel (Mitokondria)

Mitokondria adalah bagian dalam sel yang berfungsi seperti pembangkit listrik – mengubah makanan jadi energi.

Mitokondria ada di hampir semua sel di seluruh tubuh, seperti sel otot, sel hati, dan sel saraf di otak. Porsi terbesarnya ada di otak, karena membutuhkan banyak energi untuk semua fungsi kognitif mulai dari berpikir, mengingat, hingga mengontrol gerakan tubuh.

Masalah terjadi ketika PUFA yang rusak masuk ke mitokondria, mereka merusak sistem pembakaran energi. Akibatnya:

  • Sel-sel gak bisa bakar lemak tubuh dengan efisien
  • Tubuh jadi lebih bergantung pada gula untuk energi
  • Otomatis jadi cepet lapar dan ngidam karbohidrat

Ini seperti mesin motor yang diisi bensin oplosan – tetap jalan, tapi lama kelamaan performanya rusak dan lama-lama bisa mogok.

3. Siklus Ketagihan yang Tersembunyi

Inilah yang bikin minyak sayur lebih berbahaya dari gula:

Proses kerusakan:

  1. Minyak sayur merusak mitokondria (karena kandungan PUFA-nya)
  2. Sel gak bisa akses energi dari lemak tubuh (karena lemak dari PUFA ini sulit dibakar)
  3. Tubuh energi lebih cepat terpaksa minta gula terus-menerus
  4. Akhirnya kita jadi “ketagihan” karbohidrat tanpa sadar

Jadi, untuk menghasilkan energi yang efektif, tubuh kita cenderung menggunakan lemak sehat seperti MUFA/Monounsaturated Fatty Acid (asam lemak tak jenuh tunggal) — contohnya minyak zaitun dan kacang-kacangan — dan SFA/Saturated Fatty Acid (asam lemak jenuh) — contohnya minyak kelapa dan daging merah. 

Menariknya, MUFA (omega-9) bisa diproduksi oleh tubuh sendiri sehingga nggak dianggap sebagai asam lemak esensial seperti omega-3 dan omega-6 yang harus didapatkan dari asupan makanan.

Masalahnya, kalau cadangan lemak kita didominasi oleh PUFA yang teroksidasi dan rusak, sel-sel tubuh akan kesulitan untuk membakarnya menjadi energi. Akibatnya, tubuh secara otomatis akan mencari sumber energi instan lain, yaitu gula dan karbohidrat.

Ini juga menjelaskan mengapa lemak di area tertentu (seperti perut) sangat sulit dihilangkan.

Lagi-lagi aku ingetin, ini PUFA yang sudah teroksidasi ya. Soalnya PUFA sendiri kan mencakup omega-3 dan omega-6, dan ini ada di setiap makanan sehat seperti ikan salmon dan tuna, kacang-kacangan, biji-bijian, telur, dan alpukat.

Masalah bukan pada keberadaan omega-6 dan omega-3, melainkan pada jumlahnya yang berlebihan dalam pola makan modern. 

Secara ideal, rasio omega-6 dan omega-3 yang dibutuhkan tubuh adalah sekitar 1:1 sampai 4:1. Tapi, keberadaan PUFA yang teroksidasi dari minyak biji-bijian dan makanan kemasan yang tinggi telah meningkatkan rasio ini menjadi 10:1 atau bahkan bisa sampai 20:1. 

Tapi, kalaupun kita makan sehat yang kaya omega-6 (konteksnya PUFA-nya nggak teroksidasi) seperti kacang-kacangan yang terlalu berlebihan juga tetap membahayakan buat tubuh.

Ketidakseimbangan antara omega-6 sebagai pro-inflamasi dan omega-3 sebagai anti-inflamasi ini bisa menyebabkan peradangan kronis yang merupakan akar dari banyak penyakit.

Intinya, bukan kita yang lemah atau kurang disiplin. Sistem energi di tubuh kita yang mungkin jadi kurang optimal gara-gara PUFA yang teroksidasi ini.

Penelitian terbaru di Frontiers in Nutrition (2025) oleh Dr. Cate Shanahan sendiri menjelaskan “energy model of insulin resistance” – Disimpulkan bahwa konsumsi minyak biji-bijian olahan adalah sumber PUFA berlebihan yang dapat memicu stres oksidatif seluler. 

Studi ini menjelaskan adanya korelasi yang hampir sempurna antara konsumsi minyak biji-bijian olahan dengan tingkat prediabetes dan diabetes, serta menyarankan para peneliti di masa depan untuk mengesampingkan bias lama bahwa minyak ini ‘sehat untuk jantung’.

Bagaimana dengan Gula?

Jangan salah paham dulu – gula memang gak baik kalau berlebihan. Tapi ada perbedaan mendasar:

Gula:

  • Bisa diproses dan dikeluarkan tubuh relatif cepat sebagai energi
  • Efek buruknya mudah terlihat (gula darah naik dan energi cepat turun)
  • Bisa dikontrol dengan mengurangi konsumsi (bisa disesuaikan dengan aktivitas sehari-hari kita)

Minyak sayur:

  • Menempel di lemak tubuh bertahun-tahun
  • Efek buruknya tersembunyi (merusak sistem metabolisme)
  • Sulit dibersihkan dari tubuh

Analogi sederhana:

  • Gula kayak banjir – datang, bikin rusak, tapi masih bisa surut
  • Minyak sayur kayak limbah yang nempel – terus menerus meracuni sistem

Menurutku, setelah belajar dari beberapa ahli (karena beda ahli, beda fokus pembahasan biasanya). Aku bisa kasih kesimpulan: baik itu gula atau minyak sayur, keduanya bisa jadi sumber utama penyakit metabolik, soalnya kebanyakan mereka berdua selalu jadi satu dalam makanan kemasan dan makanan olahan yang digoreng.

Proses Produksi yang Menciptakan Masalah

Bedanya minyak sayur dengan minyak alami seperti minyak kelapa atau zaitun ada di proses pembuatannya.

Bayangkan minyak alami seperti itu seperti jus buah segar.

  • Cara membuatnya sederhana: buah kelapa atau zaitunnya cukup diperas sampai keluar minyaknya.
  • Hasilnya: Minyaknya tetap utuh, punya rasa, bau, dan semua nutrisi alami dari buah aslinya.

Nah, kalau minyak sayur (seperti minyak jagung atau minyak kedelai) itu seperti jus kemasan di pabrik.

  • Cara membuatnya sangat rumit dan panjang, melewati banyak tahapan di pabrik.
  • Biji-bijian dipanaskan dan dipres, lalu sisa minyaknya dicuci dengan bahan kimia khusus supaya keluar semua.
  • Setelah itu, minyaknya dipanaskan lagi di suhu yang sangat tinggi untuk menghilangkan bau dan warnanya.

Intinya, proses di pabrik itu tujuannya supaya minyak sayur bisa tahan lama, nggak ada rasa atau bau, dan harganya murah. Akibatnya, minyak itu kehilangan banyak nutrisi alaminya.

Dampak di Tubuh yang Bisa Kamu Rasakan

Coba cek, kamu ngalamin ini gak?

  • Cepet lapar atau bad mood kalau telat makan
  • Ngidam nasi, roti, atau makanan manis terus-menerus
  • Energi turun drastis di sela-sela waktu makan
  • Susah fokus kalau gak ngemil
  • Gemetar atau pusing kalau puasa sebentar

Seperti yang udah aku bilang tadi, itu bukan tanda kamu “lemah”. Itu tanda sistem energi kamu lagi kesusahan buat akses ke “bahan bakar” yang udah sangat lama tersimpan di tubuh.

Konteks Indonesia: Minyak Sawit vs. Minyak Biji-bijian

Di Indonesia, situasinya mungkin sedikit berbeda. Meskipun kita mengkonsumsi minyak dalam jumlah besar dari budaya gorengan yang kental dan warung makan yang mayoritas pakai minyak sawit, jenis minyaknya memiliki karakteristik yang berbeda.

Poin-poin utama yang perlu kita bedakan:

  • Minyak Kelapa Sawit: Minyak yang dominan di Indonesia ini memiliki kandungan sekitar 50% asam lemak jenuh (SFA) dan 40% asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA). Kombinasi SFA dan MUFA inilah yang menjadikan minyak sawit sangat stabil dan tahan panas untuk menggoreng, sehingga nggak mudah rusak seperti minyak biji-bijian.
  • Minyak Biji-bijian (Seed Oils): Minyak seperti kedelai, jagung, atau bunga matahari memang juga ada di Indonesia, terutama dalam makanan kemasan impor. Namun, jenis minyak inilah yang memiliki kandungan PUFA (omega-6) sangat tinggi dan rentan rusak saat dipanaskan.

Artinya, tanpa sadar, kita mungkin mengkonsumsi minyak PUFA dalam jumlah yang nggak pernah ada sepanjang sejarah manusia, terutama jika kita mengonsumsi banyak makanan kemasan dan makanan olahan impor. Ini adalah masalah yang berbeda dengan konsumsi minyak sawit untuk menggoreng di rumah atau di warung.

Miskonsepsi Penggunaan Minyak

Kalau boleh disederhanakan: minyak biji-bijian (seed oils) sudah sejak awal berpotensi berbahaya karena dihasilkan dari PUFA yang mudah teroksidasi oleh panas, sedangkan minyak sawit menjadi berbahaya kalau dipakai berulang-ulang kali (minyak jelantah).

Jadi, intinya, minyak sawit adalah pilihan yang lebih baik untuk menggoreng karena daya tahannya. Tapi, nggak ada minyak goreng yang aman untuk digunakan berulang kali dalam jangka panjang. Prinsip dasarnya tetap sama: minyak yang sudah berubah warna, berbau apek, atau berbusa setelah digunakan, sebaiknya segera diganti.

Terus muncul pertanyaan: kalau minyak sawit aman, berarti nggak perlu ganti minyak zaitun atau minyak kelapa murni, dong?

Jawabannya nggak sesederhana itu.

Masalahnya bukan pada minyaknya, tetapi pada kebiasaan kita di Indonesia. Peruntukan minyak sawit ini adalah untuk menggoreng donat, kue, nugget, dan makanan olahan lainnya. 

Kombinasi minyak sawit dengan gula dan tepung olahan inilah yang bisa memicu masalah lain, karena kombinasi ini memicu peradangan, penambahan berat badan, dan resistensi insulin.

Sedangkan, minyak zaitun dan minyak kelapa murni biasanya ditujukan untuk menumis atau sebagai pelengkap masakan. Plus, nutrisi yang dikandung kedua minyak tersebut masih utuh dan bermanfaat bagi tubuh.

Pendekatan Realistis & Solusi Praktis

Penting untuk realistis dan gak jadi terlalu ekstrem.Tubuh butuh waktu untuk membakar cadangan PUFA yang sudah ada. Jangan terburu-buru. 

Kalau kita terlalu cepat mengurangi asupan karbohidrat atau memaksakan diri yang biasa kita sebut “diet ketat”, tubuh akan mengirimkan sinyal “lapar” yang kuat karena dia kesulitan mengakses energi dari lemak PUFA. 

Ingat, lapar selalu menang, dan ini bisa memicu efek diet yoyo. Lakukan secara perlahan dan beri waktu bagi tubuh untuk beradaptasi.

Jadi, apa solusi praktisnya? Kembali ke lemak tradisional.

Ganti minyak sayur dengan pilihan yang lebih baik:

  • Minyak kelapa murni (coconut oil)
  • Minyak zaitun (extra virgin olive oil)
  • Mentega (butter grass-fed yang berasal dari sapi diberi pakan rumput)
  • Lemak hewani seperti lemak sapi atau babi (bagi yang diperbolehkan)

Mungkin kalau mau hemat, karena minyak ‘sehat’ biasanya lebih mahal. Minyak sawitnya dibuat untuk menumis dan sekali pakai aja. Jadi tetap aman meskipun gak dapet nutrisi di olive oil dan coconut oil.

Selain mengganti minyak, ada beberapa tips tambahan yang bisa diterapkan secara bertahap:

  • Baca Label: Mulai kurangi atau hindari makanan kemasan yang mengandung minyak nabati.
  • Masak Sendiri: Sebisa mungkin masak di rumah menggunakan minyak yang lebih sehat, dan bawa bekal kalau bepergian.

Yang paling penting adalah kesadaran bahwa minyak sayur mungkin tidak sesehat yang kita kira. Dengan langkah kecil ini, kita sudah memulai perubahan yang besar bagi tubuh.

Aku pun belum sepenuhnya bisa menghindari minyak ini, tapi setelah belajar lebih dalam tentang hal ini. Aku jadi lebih sadar dan mulai mikir gimana caranya bisa berhenti total.

Yang Perlu Diingat Soal Kolesterol

Kalau kita sudah mulai hindari minyak sayur (yang nggak sehat), kolesterol total mungkin bisa jadi naik. Dan jangan panik.

Ini terjadi karena:

  1. Tubuh lagi proses perbaikan peradangan atau kerusakan yang disebabkan minyak sayur sebelumnya. 
  2. Yang memperbaiki adalah kolesterol itu sendiri (kolesterol yang naik itu yang “bersih” atau yang dibutuhkan tubuh, bukan yang teroksidasi oleh PUFA yang rusak)
  3. Kolesterol bisa teroksidasi (yang berbahaya) justru disebabkan minyak sayur tadi

Jadi kolesterol naik dalam konteks ini bisa jadi tanda healing, bukan penyakit.

Kesimpulan

Gula memang buruk kalau berlebihan, tapi dalam konteks ini gula lebih kayak gejala. Minyak sayur mungkin lebih seperti penyebab yang merusak sistem metabolisme dan bikin kita “ketagihan” gula.

Ini bukan soal demonisasi semua minyak sayur, tapi soal memahami bahwa lemak yang kita konsumsi hari ini bisa mempengaruhi kesehatan metabolisme bertahun-tahun ke depan.

Mulai dari yang sederhana: ganti minyak goreng di dapur dengan minyak kelapa murni atau minyak zaitun. Kalau gak bisa ya minyak gorengnya bukan buat goreng tapi buat menumis aja. Perubahan kecil hari ini bisa berdampak besar untuk kesehatan jangka panjang.

Yang penting diingat: meskipun makanan modern memang beda dari jaman nenek moyang kita, tubuh manusia tetap punya kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dan memperbaiki diri. 

Liver kita detoks setiap hari, sel-sel tubuh regenerasi terus-menerus. Jadi meskipun kita gak perfect dalam pilihan makanan, tubuh tetap bisa handle dan recover. Jadi tetap santai, fokus ke improvement secara bertahap.

Intinya: awareness tanpa anxiety. Tahu informasinya, terapkan yang bisa, tapi jangan sampai stress mikirin makanan. Kesehatan mental juga penting untuk kesehatan metabolisme.

Oke, itu saja hari ini.

Terima kasih udah baca sampai akhir dan sampai jumpa di Sabtu depan.

Akhir kata:
Terus belajar. Terus bergerak. Terus berserah.

– Wigo SP

Referensi:

  1. (PDF) The energy model of insulin resistance: A unifying theory linking seed oils to metabolic disease and cancer 
  2. (PDF) Fatty Acids and Tocopherols Content in Fractionated Oils from Five Wild Oilseed Plants Native to Kahuzi-Biega National Park, Kivu-DR Congo 
  3. Do seed oils promote oxidative stress? | Eufic
  4. 17 Sawit Dalam Isu Gizi Dan Kesehatan (2025)
  5. The Food That Is More HARMFUL Than Sugar (Don’t Eat This!) | Dr. Cate Shanahan

Disclaimer: Artikel ini dibuat untuk tujuan informasi dan edukasi semata. Konten yang disajikan tidak dimaksudkan sebagai pengganti nasihat profesional di bidangnya. Pembaca disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli terkait sebelum menerapkan informasi yang diberikan. Penulis tidak bertanggung jawab atas tindakan yang diambil berdasarkan informasi dalam artikel ini.


SUbscribe & temukan ide baru untuk self-growth

Setiap Sabtu pagi, kamu akan mendapatkan insight untuk hidup lebih sehat dan produktif! Join sekarang dan dapatkan Free Email Course: 6 Days to Reset Habits!